Pandangan islam
tentang motivasi berprestasi
Telaah dari pandangan islam tentang motivasi berprestasi
telah banyak dibicarakan oleh beberapa penulis. Ancok dan Nashori (1994)
mengutip beberapa ayat al-Qur’an untuk mendukung bahwa islam sangat menyarankan
orang untuk memiliki tinggi motivasi berprestasi yang tinggi. Beberapa ayat
al-Qur’an yang memuat aspek motivsi berprestasi antara lain adalah:
a)
Surat al-Insyiroh (ayat 5-8) yang berisi “kalau
sudah selesai dengan suatu pekerjaan, kerjakanlah pekerjaan lainnya dan
berserahdirilah kepada Allah”.
b)
Surat al-Jumuah (ayat 10) yang bermakna “apabila
kamu selesai mengerjakan shalat Jum’at, bertebaranlah kamu di muka bumi untuk
mencari nikmat Allah bdan ingatlah pada Allah sebanyak-banyaknya”.
Selain ayat al-Qur’an banyak pula hadist yang berisikan
perintah untuk bekerja keras. Misalnya: “kejarlah duniamu seakan-akan kamu
tidak pernah mati, dan kejarlah akhiratmuy seakan-akan kamu akan matio di
keesokan hari”.
Dari kutipan ayat al-Qur’an dan hadist tersebut di atas ada
perbedaan sangat mendasar dalam teori motivasi pandangan psikologimodern (David
Mc Clelland) dengan pandangan islam. Teori psikologi modern melihat prestasi
hanyalah sebatas prestasi individual, dan tidak ada nuansa kepasrahan pada
Tuhan. Diduga tingginya angka bunuh diri di kalangan mereka dikarenakan mereka
tidak pernah puas pada apa yang mereka peroleh. Tentu saja sikap tidak puas ini
ada segi positifnya, yaitu akan memotivasi orang untuk bekerja lebih keras
lagi. Tetapi kalau prestasi yang diinginkannya itu tidak tercapai, maka akan
besar kemungkinan orang akan mengalami rasa frustasi yang berat. Mereka yang
tidak mencapai keinginannya ini akan menilai diri mereka sebagai orang yang tidak/kurang
berguna atau kurang dibanggakan.
Kegagalan dalam mencapai prestasi ini dapat berlanjut pada
problem kejiwaan yang dilampiaskan dalam wujud perilaku kekerasan atau pelarian
ke alcohol, narkotik, dan bahkan bunuh diri. Dalam pandangan islam pencapaian
prestasi bukan ditentukan oleh ikhtiar manusia saja, tetapi juga ditentukan
oleh kehendak sang Pencipta. Adanya bingkai keTuhanan ini akan mngurangi atau
meniadakan frustasi seandainya keinginan untuk berprestasi tidak terwujud.
Ciri lain dari teori motivasi islam adalah pencapaian
prestasi tidaklah didorong oleh sifat egoistic semata. Dalam pandangan islam
motivasi berprestasi adlah sebuah ibadah yang ujung-ujungnya adalah pengabdian
pada Tuhan. Apapun hasilnya kerja kita di dunia ini adalah pengabdian pada
Tuhan. Banyak ayat al-Qur’an yang menyarankan manusia untuk memanfaatkan
prestasi kerjanya untuk kemajuan umat manusia. Cirri orang taqwa yang ditulis
dalam al-Qur’an adalah yang banyask memberikan manfaat kepada orang lain. Misalnya;
surat Ali Imran ayat 130 yang mnggambarkan cirri orang yang taqwa itu manusia
yang banyak member kepada orang lain, baik disaat lapang maupun disaat
kesempitan; surat al-Balad ayat 14-16 yang memerintahkan kepaada setiap muslim
untuk memberikan makan kepada orang miskjin dan mngentaskan kaum duafa; surat
as-Shoof ayat 11 yang berisikan ajakan agar orang berjihad fisabilillah dengan
harta dan nyawanya.
Pengembangan sumber
daya manusia dalam aspek motivasi berprestasi
Ada 4 jenis prestasi yang harus kita bangun pada millennium ketiga
ini, yakni prestasi di dalam membangun kapital intelektual, kapital sosial, kapital
lembut, dan kapital spiritual. Dengan menumbuhkan manusia dengan keempat capital
ini diharapkan akan terwujud manusia yang berorientasi ‘kita’ bukan orientasi ‘saya’
(diri saya, divisi saya, unit organisasi saya). Manusia yang demikian inilah
yang disebut oleh Stephen Covey sebagai manusia yang efektif.
Kapital intelektual
Kapital intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk
menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Dalam kondisi yang
ditandai oleh perubahan yang super cepat, manusia harus terus memperluas dan
mempertajam pengetahuannya, dan mengembangkan kreatifitasnya untuk berinovasi.
Al-Qur’an mewajibkan setiap manusia untuk banyak membaca
guna mengembangkan kapital intelektualnya. Ayat al-Qur’an yang pertama kali
turun adalah perintah untuk membaca: baacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan (al-Alaq ayat 15). Banyak ayat-ayat al-Qur’an lainnya yang
senada, misalnya dalam surat Ali-Imran, ayat 190-191, Allah berfirman:
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang yang berakan, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perihalah kami
dari siksa neraka”.
Kapital sosial
Intektual kapital baru akan tumbuhb bila masing-masing orang
berbagi wawasan. Untuk dapat berbagi wawasan orang harus membangun jaringan
hubungan sosial dengan orang lainnya. Kemampuan membangun jaringan sosial
inilah yang disebut dengan kapital sosial.
Kapital sosial dimanifestasikan pula dalam kemampuan untuk
bisa hidup dalam perbedaan dan menghargai perbedaan. Pengakuan dan penghargaan
atas perbedaan adalah suatu syarat tumbuhnya kreatifitas dan sinergi. Kemampuan
bergaul dengan orang yang berbeda, dan menghargai dan memanfaatkan secara bersama
perbedaan tersbut akan memberikan kebaiakan untuk semua. Dalam ajaran islam
setiap manusia diminta membangun silaturahmi. Karena silaturahmi akan
memberikan kebaikan. Ide kreatif muncul melalui diskusi. Demikian pula peluang
bisnis seringkali terbuka karena adanya jaringan hubungan silaturahmi.
Kapital ‘lembut’
(soft capital)
Kapital lembut yang oleh Hartanto disebut dengan “soft
capital” adalah kapital yang diperlukan untuk menumbuhkan kapital sosial dan capital
intelektual.bsifat bisa dipercaya dan percaya pada orang lain (trust), bisa
menahan emosi, pemaaf, penyabar, ikhlas, dan selalu ingin menyenangkan orang
lain sangat diperlukan bagi upaya untuk membangun masyarakat yang beradab dan
berkinerja tinggi. Islam sangat menyarankan manusia untuk mengembangkan soft
capital.
Kapital spiritual
Bagi orang islam ketiga kapital yang dibicarakan di atas
adalah bagian dari ekspresi kapital spiritual. Semakin tinggi iman dan takwa
seseorang semakin tinggi pula ketiga kapital di atas. Namun demikian banyak
banyak akademisi yang menyarankan agar kapital spiritual dipisahkandari ketiga capital
di atas, dengan tujuan untuk semakin menekankan betapa pentingnya upaya
pengembangan keberagaman manusia.
Di mata para akademisi yang berpandangtan demikian, agama
akan menjadi pembimbing kehidupan agar tidak menjadi egoistik yang orientasinya
hanya memikitkan diri sendiri. Oleh karena itu, upaya untuk mengembangkan
keagamaan adalah bagian mutlak dan utama bagi tumbuhnya masyarakat yang makmur
dan sejahtera serta aman dan damai.
Penutup
Pengembangan motivasi berprestasi untuk membangun capital manusia
seperti yang dikemukakan di atas menurut
perspektif islam adalah bagian dari pengembangan iman dan taqwa seseorang. Muslim
yang baik adalah muslim yang memiliki sifat Rasulullah Muhammad SAW., yang
memiliki ciri siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Fathonah adalah modal
intelektual.
(disadur dari materi seminar Menjadi Pensiunan oleh Djamaludin
Acok di Batu 2006)
Referensi: BEneFIT No. 13 Oktober 2012
1 komentar:
terimakasih
Posting Komentar